Kepala saya mungkin kegencet tangan mbah dukun terlalu lama waktu dulu lahiran. Iya emang nasib sih, saya anak satu-satunya di keluarga yang dilahirkan dengan perantara mbah dukun. Rumah saya terlalu jauh untuk digapai para dokter pada saat itu, lagian ibu saya juga mendadak lahirannya. Berangsur-angsur, saya sadar bahwa mungkin dukunnya dulu waktu narik terlalu kenceng, sekencang kecepatan download internet di Jepang. Efeknya baru kerasa ke cara pandang saya yang sedikit belok agak aneh dari kebanyakan orang-orang disekitar saya. Bayangkan dulu waktu SMA, temen-temen waktu ditanya apa cita-citanya kelak di masa depan, jawabannya semonoton pertandingan MU nya si-Mourinho. Kalau enggak PNS, pegawai BUMN ya swasta. Mlenceng-mlenceng sedikit paling ada yang ingin jadi dokter, perawat, polisi , TNI dan sejenisnya. Nah giliran saya ditanya apa cita-citanya, saya jawab simpel sih pengen punya pabrik sepatu bossque. “Lho alasannya apa?,” Pak Guru nyamber. Saya jawab aja, “Gini pak.. ...