Beberapa
minggu yang lalu, saya pulang dari perantauan menuju ke kampung halaman. Pulang
ke kampung halaman di Madiun, lebih spesifik lagi di Kabupaten Madiun. Sementara
saya merantau menjadi mahasiswa di Malang. Jadi jika dihitung perjalanan dari Malang sampai Madiun mungkin sekitar 4 atau 5
jam perjalanan, tergantung dari kondisi maupun transportasinya. Untuk
transportasi saya lebih memilih menggunakan alat transportasi Bus untuk
perjalanan bolak-balik dari kedua daerah tersebut. Alasannya selain lebih pas
di kantong orang-orang seperti saya, tapi juga untuk faktor keselamatan untuk
diri saya sendiri. Keselamatan yang nanti akan saya jelaskan seperti apa.
Jawa
Timur, Salah satu provinsi besar di pulau jawa. Provinsi yang memiliki berbagai
adat dan masyarakat yang beragam, bercampur aduk menjadi satu. Bicara tentang
transportasi masal, jika kalian pernah tinggal di provinsi ini. Setidaknya
kalian akan mengerti seperti apa transportasi masal yang menjadi unggulan di
provinsi ini. Satu adalah kereta, kedua adalah Bus. Untuk kereta saya tak
terlalu paham keluh kesahnya seperti apa, karena saya sendiri jarang naik
transportasi masal yang satu ini. Nah kalau Bus, bagi saya sudah seperti
kendaraan pribadi sih. Terlalu banyak kenangan bersamanya, bersama Busnya bukan
penumpangnya. Dari mulai sedih, senang maupun yang aneh semuanya pernah saya
rasakan. Berhubung tadi diatas saya bicara tentang perjalanan pulang beberapa
minggu kemarin, maka saya akan bagikan seperti apa pengalaman yang bisa
dibilang aneh tersebut di tulisan ini.
Jadi
begini, kemarin saya berangkat dari Malang sekitar jam 13.00 WIB, naik bus di Terminal
Landungsari. Terminal yang terletak tak jauh dari Universitas Muhammadiyah
Malang. Dari terminal ini saya naik bus menuju ke Jombang. Bus yang saya
tumpangi ini termasuk bus tua, untung ini kendaraan umum enggak kota. Kalau
kota mungkin sudah jadi kota parawisata seperti kota tua di Jakarta. Usul saya
sih lebih baik bus ini ditaruh di museum kota saja. Sebagai penghormatan atas
jasa-jasanya kepada negara. Kembali lagi ke bus ini, perjalanan pulang
menggunakan bus ini sungguh sangat mengasyikkan. Melewati berbagai keindahan
alam yang terbentang mulai dari Malang sampai Jombang. Jalan bertebing dan
berkelok dilibas semua tanpa ada sedikitpun masalah. Cuma saran untuk yang
membawa kendaraan bersepeda, jika melintas dan bertemu dengan bus ini
disarankan anda segera untuk menyalip bus ini. Gas buang dari bus ini berwarna
hitam pekat, mungkin karena jarang memakai pelembap wajah jadi pekat. Bukan
hanya itu, sekali dihisap paru-paru anda akan berubah menjadi hitam, sehitam sabtu
malam tanpa kehadiran pasangan. Belum baunya, mirip seperti bau air mata jomblo
yang sedang menangisi keadaan. Jadi saran saya cepat-cepat gas kendaraan anda
dan menjauh dari bus yang satu ini. Bus ini jumlah armadanya tak terlalu
banyak, tapi sudah bisa mempengaruhi iklim dunia. Kalau misalkan jumlahnya
diatas 1000 buah, bisa-bisa lapisan ozon di dunia menipis, es di kutub utara
menjadi berkurang, kadar air di laut meningkat, keseimbangan dunia akan
terancam, pahlawan pembela kebenaran berdatangan, datang membasmi dan menemui
bus ini, mengeluarkan jurus pamungkasnya dengan berkata “Jombang-jombang, kosong-kosong, lungguh-lungguh ayo mas mbak”. Sedikit
saran untuk negara, harusnya bus ini dikategorikan berbahaya sebelum
populasinya meningkat. Tapi tetap ada sisi baik dari adanya bus ini. Selain
sebagai alat transportasi, negara juga diuntungkan dengan adanya bus ini. Jadi
ketika negara lain menyerang kedaulatan negara, taruh saja bus ini di barisan
depan medan pertempuran. Hidupkan mesinnya, perbanyak gas buangnya untuk
menyerang pasukan lawan. Dijamin lawan akan berkata “Jombang a? kosong mas mbak, ayo lungguh-lungguh”.
Selanjutnya
perjalanan saya sampai di Jombang. Kalau naik bus dari Malang menuju ke Jombang
dan akan menuju kearah Madiun, Solo, Jogja dan sekitarnya, anda tidak akan
diturunkan di Terminal Jombang, melainkan diturunkan di pinggir jalan besar
daerah Ngrandu Jombang. Karena bus-bus dari Surabaya menuju ke Jogja lewat
daerah itu semua, daripada naik dari terminal malah putar balik agak jauh
jaraknya. Setelah sampai disitu, selanjutnya saya akan menunggu bus jurusan
Ekonomi Surabaya-Jogja lewat. Menunggu, iyyaa meskipun menunggu itu sakit tetap
saja disyukuri yya. Tempat menunggunya di pinggir jalan, jalan pertigaan yang
ada rambu lampu merahnya. Dibelakang saya ada tempat duduk untuk menunggu bus
yang disediakan pemerintah, tapi sayang kebanyakan dipakai penjual asongan
untuk beristirahat. Di Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah, bus-bus yang saya
tunggu untuk ditumpangi ini menjadi sebuah primadona di masyarakat. Tanya saja
pada orang-orang di Jawa Timur pasti semua tahu bus jurusan Ekonomi
Surabaya-Jogja ini. Saking terkenalnya sampai-sampai muncul mitos di masyarakat
bahwa bus-bus ini bersayap, dan terbang ketika sedang berjalan. Mitos itu
muncul karena kecepatan bus-bus ini melebihi kecepatan cahaya ketika sedang
melaju di jalan. Tersebut ada dua armada bus yang menjadi raja diantara para
raja, sebut saja armada bus A dan armada bus B. Ketika mereka berada dalam satu
lintasan, sudah pejamkan mata anda karena sebentar lagi kalian akan merasakan
balapan yang sesungguhnya dari kedua armada tersebut. Entah asal-usulnya
seperti apa hingga persaingan dari keduanya sangat sengit di jalanan. Yang
jelas bukan karena wanita atau tahta, karena bus-bus ini bukan seperti
politikus negara kita. Balik lagi ke perjalanan saya, setelah lama menunggu,
emang kalau masalah menunggu selalu lama sih, iyya selalu lama tak pernah
singkat, kasihan yya, kok jadinya curhat gini ya. Oke akhirnya bus yang
dinanti-nanti datang, setelah menunggu sedikit lama dan sudah 5 kali bus ini
lewat tapi penuh semua. Akhirnya ada juga yang agak penuh *tetap penuh tetapi sedikit lebih longgar dari bus-bus sebelumnya.
Setelah naik, dengan keadaan yang penuh sesak penumpang otomatis saya berdiri.
Hebatnya bus-bus ini meskipun dengan keadaan penuh penumpang, itu bukan menjadi
halangan untuknya untuk ugal-ugalan di jalanan, prinsip bus-bus ini “Tanpa Ugal-ugalan hidup kami akan sepi”.
Kejadian aneh sempat terjadi di dalam bus ini. Ketika masuk daerah Nganjuk, bus
mulai berjalan pelan. Begitu seterusnya, dan yang anehnya lagi para penumpang
bisa merasakan perubahan ini. Banyak dari mereka mulai memikirkan alibi kenapa
bus ini bergerak lamban, mereka seperti tidak percaya dengan kecepatan bus ini.
Ada yang beralibi bus ini sedang rusak, ada juga yang beralibi drivernya masih
training, banyak sekali alibi bermunculan dan semakin ramai diperbincangkan.
Aneh itu yang ada dipikiran saya, kenapa dengan semua penumpang ini. Ketika bus
ini berjalan menuju kearah kebenaran malah dibilang tak seperti biasanya.
Ketika bus ini bertobat dan berjalan sangat hati-hati agar tak terjadi apa-apa,
malah hujatan yang datang menerpa. Kenapa dengan semua ini, itu yang saya
pikirkan. Penumpang-penumpang ini seperti sudah hafal seperti apa kecepatan bus
ini. Hanya dengan duduk dan merasakan saja mereka sudah tahu drivernya
berpengalaman atau masih training dari perusahaan. Hebat, benar yang dikatakan
mereka. Drivernya masih training dan driver yang sudah berpengalaman duduk
disebelahnya sok menjadi guru untuk ugal-ugalan di jalan. Yang jadi pertanyaan
saya, alat apa yang digunakan penumpang sehingga mereka tahu kecepatan
rata-rata dari bus ini. Apakah dengan hanya duduk mereka bisa tahu, ataukah ada
suatu alat yang ditempelkan ke pantat mereka sehingga ketika alat tersebut
bersentuhan dengan kursi menyebabkan alat tersebut bisa menghitung kecepatan
dari armada bus ini. Sesaat saya ingin mencoba memeriksa alat tersebut apakah
benar ada, tapi niat itu saya tunda karena alasan keamanan bagi diri saya.
Sampai di perbatasan Nganjuk-Madiun akhirnya driver berpengalaman yang kembali
mengambil kemudi. Penumpang bersorak-sorak kembali, mereka seperti sedang
menunggu guest start akan tampil dan akhirnya saat-saat yang mereka tunggu
datang juga. Dari situ saya bisa ambil pelajaran, bahwa mungkin orang-orang ini
bukan berpikiran sedang naik transportasi masal tapi mereka berpikiran kalau
lagi berlibur di Jatim Park dengan menaiki roller coasternya. Semakin cepat dan
memacu adrenalin, maka semakin menarik. Entahlah mungkin karena tempat-tempat
liburan di Indonesia terlalu mahal untuk kantong masyarakat sehingga mereka beralih
untuk berlibur di pelayanan roller coaster bus ini. Akhirnya saya tiba juga di
daerah lampu merah Klitik Caruban, saatnya untuk turun dan dijemput oleh
keluarga. Semua yang berawalan selalui ada akhirannya, yya ditempat itulah
akhirnya saya berpisah degan bus tersebut. Saya lambaikan tangan ke bus
tersebut sambil menyanyikan lagu “Sayonara”, selamat tinggal semuanya dan
selamat tinggal medan berbahaya. Ucapan perpisan yang memiliki arti “Terimakasih Tuhan telah menyelamatkanku
dari siksa dalam kubur-MU dan semoga siksa kubur-MU tersebut tetap berlanjut ke
penumpang-penumpang lain yang masih tersisa di dalam bus tersebut”.
Diatas
tadi saya jelaskan bahwa saya naik bus ini karena alasan keselamatan. Oke akan
saya jelaskan diakhir tulisan ini. Meskipun kecepatan bus ini sangat-sangat
tidak wajar, penuh dengan penumpang, belum lagi penjual asongan yang silih
berganti masuk menjajakkan dagangannya. Tapi bus ini sangat kecil resikonya
jika terjadi kecelakaan di jalan. Bus ini adalah rajanya, semua kendaraan pasti
akan minggir ketika bus ini lewat, entah itu kendaraan besar ataupun kecil.
Hanya satu musuhnya yang kadang bisa membahayakan kami sebagai penumpang. Yaitu
jika drivernya mulai lelah dan mengantuk, bus bisa menabrak benda-benda lain di
jalan atau menabrak kendaraan besar lain di jalan. Tapi itu sangat jarang
terjadi, dan semoga tak pernah menimpa saya.. Aamiin. Satu lagi musuh alami bus
ini adalah persaingan sengit dengan armada lain. Jalanan jadi ajang balap untuk
bus-bus ini. Harapan terbesar saya sih semoga kedepan ada transportasi yang
lebih baik lagi bagi kami masyarakat Jawa Timur. Lebih baik lagi dalam hal
keamanan, keselamatan dan yang terpenting yaitu “Memanusiakan manusia bukan
membendakan manusia”. Semoga terlaksana di hari kemudian.
Komentar
Posting Komentar