Disaat muslim-muslim barat berkampanye bahwa mereka bukanlah teroris, di Indonesia segelintir pemuda-pemuda muslim malah membuktikan bahwa teroris adalah mereka. Beda lingkungan, beda juga pemikirannya. Di barat muslim adalah minoritas, selalu ditindas dan banyak pikiran negatif tentang mereka. Sehingga jalan satu-satunya bagi muslim barat untuk dapat diterima adalah dengan gencar-gencarnya mempromosikan Islam cinta, Islam yang damai dan penuh kasih sayang. Di Indonesia beda lagi masalahnya, muslim adalah mayoritas disini. Negara yang dulu terkenal akan keIslamannya yang ramah tamah berubah tatkala para pemuda-pemudanya menjadi Dewa yang merasa superior. Dentuman-dentuman bom acapkali diletuskan hanya dengan dalih membela agama, atau hanya ingin mencicipi bidadari yang kata mereka menunggu saat seseorang sedang berjihad.
Terbaru, bom molotov meledak di gereja Samarinda. Beberapa anak kecil menjadi korban. Duka mendalam untuk beberapa anak kecil yang menjadi korban, yang bahkan belum tahu mana yang benar dan mana yang salah. Mereka hanya sedang bermain, menikmati waktu luang di negara yang 'katanya menjamin kebebasan kepada setiap warganya'. Beruntung si pelaku tak melakukan jihad meledakkan diri, hanya melemparkan bom molotov. Jikalau pelaku sampai meledakkan diri, mungkin dia akan menyesal. Karena bidadari yang diidam-idamkannya malah menggendong Intan, bocah kecil korban pemboman, bukan malah menyambutnya.
Saya sangat malu, karena beberapa orang malah menganggap kejadian ini hanya sekedar pengalihan isu semata. Mereka mungkin pintar, tapi tak berperasaan sama sekali. Mereka menyakiti kaum minoritas dan terkhusus beberapa keluarga korban dengan mengatakan itu hanyalah pengalihan isu semata. Apakah dengan membunuh minoritas itu selalu tentang pengalihan isu atau hanya permainan saja, sementara menyenggol sedikit saja masalah mayoritas disebut kejahatan besar yang pantas dihukum mati?
Sama saja, tak di barat tak ditimur. Mayoritas selalu merasa menjadi Dewa. Tak tersentuh dan semaunya sendiri. Memalukan!
Saya malu, karena saya adalah bagian dari mayoritas tersebut. Tak ada yang bisa saya perbuat, saya tak bisa melindungi minoritas. Bahkan untuk mengajak teman-teman mayoritas menghormati minoritas saja saya tak mampu. Maafkan saya, maafkanlah saya yang dengan bangga menyebut mayoritas tapi tak pernah bisa melindungimu, MINORITAS!
Jika aku tak bisa mewakili kami, maka aku 'tanpa sanggup menggunakan kami' mengucapkan permintaan maaf yang sangat mendalam, dari aku sang penghuni mayoritas atas kejahatan yg menimpa teman-temanku minoritas. Doaku untuk para korban dan untuk Intan. Sampaikan salamku untuk para penghuni surga, Intan.
Komentar
Posting Komentar