Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2016

Be Yourself Mou!

“GOAALL!! Seseorang berlari dari kursi tim menuju tiang pojok bendera, apa yang dilakukannya? Ohh itu bukan Sir Alex!” “Jangan main-main bung, ini Old Trafford,” timpal beberapa pendukung United. Bukan.. ini bukan Fergie Time, tak nampak Sir Alex melihat jam di tangannya. Lantas siapa dia? Berani-beraninya berlari didepan United Fans yang sedang bernyanyi di tribun Stretford End. Siapa dia?   “I’m Jose Mourinho and I’m The Spesial One.” Kejadian itu terjadi di tahun 2004, ketika Porto ‘timnya’ menaklukkan Manchester United di ajang Liga Champions, ajang yang membawa kesuksesan pertamanya di benua Eropa. Tak berhenti disitu, selang beberapa saat Chelsea datang dan merekrutnya. Dihari dimana dia datang untuk pertama kalinya di Inggris, didepan semua wartawan yang menunggunya, saya masih ingat apa kata-kata yang diucapkannya pada saat itu. Dengan wajah sedikit angkuh dia berkelakar: “Please do not call me arrogant because what I say is true. I’m European Champion,...

Guruku

Saya lupa kapan terakhir kali dimarahi oleh guru. Mungkin sudah sangat lama sekali, sedikit kangen sih momen-momen seperti itu. Telat berangkat ke sekolah, bolos sekolah, rambut dipanjangin biar mirip artis idola padahal mah norak banget, ke kantin hanya untuk menghindari pelajaran, lupa ngerjain PR karena malemnya nongkrong sama temen-temen, bercanda ketika ibu bapak guru lagi asyik-asyiknya nerangin pelajaran, apa lagi ya.. banyak banget sih sebenarnya momen-momen kenakalan dulu waktu sekolah.  Tapi yang harus kita ingat seburuk apapun kenakalan kita dulu waktu di sekolah, selalu ada momen dimana guru datang dan mengembalikan kita ke jalan yang benar. Ibarat google maps yang memberikan petunjuk arah kepada kita. Tak perlu malu bertanya kemudian sesat dijalan, karena tanpa ditanyapun guru sudah dengan sukarela akan membantu kita. Karena yang lebih tepat untuk bertanya itu adalah guru, nah murid bagiannya ngerjain soal  bukan ngerjain teman. INGET! Sedikit flasbac...

Sayang

Tak kenal maka tak sayang Udah kenal, tapi belum sayang Sayang, kita tak saling sayang Sayang sekali, bukan aku yg kamu sayang Sayang.. Kamu dimana? Sini beri aku kasih sayang Agar aku tak lelah menyayangimu

Maafkan Aku

Disaat muslim-muslim barat berkampanye bahwa mereka bukanlah teroris, di Indonesia segelintir pemuda-pemuda muslim malah membuktikan bahwa teroris adalah mereka. Beda lingkungan, beda juga pemikirannya. Di barat muslim adalah minoritas, selalu ditindas dan banyak pikiran negatif tentang mereka. Sehingga jalan satu-satunya bagi muslim barat untuk dapat diterima adalah dengan gencar-gencarnya mempromosikan Islam cinta, Islam yang damai dan penuh kasih sayang. Di Indonesia beda lagi masalahnya, muslim adalah mayoritas disini. Negara yang dulu terkenal akan keIslamannya yang ramah tamah berubah tatkala para pemuda-pemudanya menjadi Dewa yang merasa superior. Dentuman-dentuman bom acapkali diletuskan hanya dengan dalih membela agama, atau hanya ingin mencicipi bidadari yang kata mereka menunggu saat seseorang sedang berjihad. Terbaru, bom molotov meledak di gereja Samarinda. Beberapa anak kecil menjadi korban. Duka mendalam untuk beberapa anak kecil yang menjadi korban, yang bahkan bel...

Adu Domba

Adu domba! Domba siapa yg diadu? Daripada adu domba mending jualan domba Tak perlu cari musuh, Malah bisa menambah persahabatan Uangnya halal meskipun tak bersertifikat halal Bukan uang haram hasil perselisian antar domba Adu domba! Pengadu merasa jadi singa, Padahal dirinya tak lebih hebat dari kotoran domba

Manusia-Manusia Tembok

Manusia yang merasa paling benar sendiri itu ibarat tembok tua yang sudah usang. Jika di Cina tembok besar bisa menjadi magnet wisata negaranya, maka beda lagi dengan di Indonesia. Di Indonesia “manusia-manusia tembok” dengan mudah merajalela. Jika tembok di Berlin yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur sudah dirobohkan, beda cerita dengan di indonesia. Kaum “manusia-manusia tembok” di Indonesia masih saja berkeliaran dan sangat susah dirobohkan. Suatu ketika saya membaca beberapa tulisan “manusia-manusia tembok” ini di sosial media. Duarrr, sungguh terlalu! jika kata Haji Rhoma Irama.  “Astagfirullah hal adzim, jangan menghina bla.. bla...” “Tobatlah anda sekalian, jangan pernah menghina-hina bla.. bla...” Itu yang sering mereka ucapkan kepada orang yang beradu argumen dengan mereka. Atau orang-orang yang mencibir tokoh yang pro dengan mereka. Tapi disatu sisi, jika ada tokoh yang berseberangan dengan mereka, dengan mudah mereka juga berujar dengan nada sedikit ...

Salahuddin Sang Panglima Pemaaf & Rendah Hati

Nama tak sekedar pengenal, atau sekedar kata yang diucap orang untuk memanggil kita. Lebih dari itu, nama adalah identitas diri yang mengandung makna tersembunyi, pemberian dari orang tua. Jika masih ada yang ngeyel bahwa nama hanyalah sekedar pengenal, maka orang tersebut tak pernah belajar tentang kasus-kasus pembunuhan yang berhubungan dengan sidik jari. Seperti kebanyakan orang, saya juga mencari makna dibalik nama saya sendiri. Nama saya adalah Yusuf Salahudin, tak seperti kebanyakan nama orang di Indonesia, nama saya lebih kearab-araban. Ya mungkin karena saya dilahirkan di lingkungan Islam yang sangat kental, sehingga nama saya terpengaruh akan ajaran-ajaran Islam maupun tokoh-tokoh didalamnya. Karena ada sedikit kemiripan nama dengan Nabi Yusuf A.S, maka saya sangat tertarik sekali jika membaca maupun memdengar kisa tentang Nabi Yusuf A.S. Karena menurut saya, orang tua terinspirasi akan kisah Nabi Yusuf A.S hingga menamai anaknya menjadi Yusuf Salahudin. Namun ternyata itu ...

Sutradara Tahu

Seperti ada kipas di bawah pipi kanan & kirimu,  Hingga rambutmu berkibas saat kita bertemu  Senyummu tak nampak,  Bagaikan meneropong puncak semeru dgn sedotan Matamu mengecil, tirainya berangsur-angsur menutup  Hanya terlihat lukisan kakiku terpantul di bola matamu Selebihnya hanya terdengar keputusasaan! Apa kamu bahagia?  Atau ini, hanyalah sepotong kisah horror dalam drama novelmu? Kalau iya, semoga novelmu best seller Kita sedang bermain peran, Sutradara yg menentukan! Sutradara Maha Tahu, kamu & kalian jangan sok tahu! Sutradara tahu,  Aku selalu melihatmu sesaat setelah kita berpapasan Meskipun hanya terlihat punggung dan ikal rambutmu saja Sutradara juga tahu, aku bukanlah tokoh antagonisnya!  Aku adalah protagonis yg menyamar dalam diri antagonis cerita

Cermin Diriku

Dulu aku butuh musuh untuk membuatku menangis Sekarang hanya butuh cinta untuk membuatku tersentuh Dulu aku butuh kebencian untuk membuatku merusak Sekarang dgn kedamaian aku bisa membahagiakan semua orang Dulu, dulu sekali, aku terdiam diruangan gelap nan penat Sekarang setelah kubuka pintunya, Ternyata dunia sangat indah dengan berbagai gemerlap cahaya-NYA Ketahuilah.. Aku yang sekarang adalah pecahan kaca-kaca dari masa kesuraman Tak perlu disesali, Kukumpulkan pecahan-pecahan kaca itu Kurangkai dengan kaca-kaca baru masa kini & masa depan Jadilah cermin besar nan menawan Disitulah terpampang wujud diriku yg elegan

Rumah Bertingkat

Jika boleh memilih.. Aku akan memilih menjadi ombak yg berdansa dipinggir pantai Bukan ombak besar yg menggulung kapal para nelayan Jika boleh memilih.. Aku akan memilih menjadi angin sepoi-sepoi ditengah gubuk persawahan Daripada angin ribut yg menghantam padi para petani sawah Jika aku boleh memilih.. Aku akan memilih menjadi hujan yg turun rintik-rintik dikaca jendela kamar Daripada menjadi hujan lebat yg menerobos genteng perumahan Dan andaikan aku boleh memilih.. Aku akan memilih menjadi api lilin yg menerangi murid-murid saat belajar Bukan malah menjadi api yg membakar buku-buku sekolahan Kita adalah tamu yg bertamu di rumah bertingkat Lift dan tangga ibarat jalan & aliran Tingkat keberapakah yg akan kau singgahi? Bukankah pemilik rumah berada diruangan paling atas sendiri? Lantas, kenapa kamu berada diruangan lain? Siapakah yg ingin kamu temui sebenarnya? Atau, jangan-jangan kamu sedang ling lung Atau kamu lupa? Tulisan yg tertulis di pintu masuk rumah in...

Perjalanan Seorang Sufi

Di tengah hiruk pikuk dunia malam, berjalanlah seorang sufi menerobos kesunyian malam. Berbekal baju dan celana ala sekedarnya, dengan mulut & hati dijaga agar tak menyakiti sesama. Beberapa detik melangkah, hujan turun menyambutnya. Dengan berpayungkan seluruh kulit & hatinya, dia tersenyum ditengah derasnya hujan. Dalam hatinya berkata, bukankah hujan itu adalah rahmat dari Tuhan untuk semua mahkluk-NYA, lantas kenapa kita bersusah payah menggunakan payung untuk menghalanginya? Setelah berhenti beberapa saat karena berdebat tentang payung & hujan, sedikit demi sedikit langkahnya kembali digerakkan. Tidak seperti kebanyakan orang, langkahnya begitu pelan karena selalu diperhitungkan. Salah satu alasannya adalah agar tak mengganggu pasir & tanah yg sedang terlelap tidur di bawah kakinya. Begitu juga untuk menghindari hewan-hewan kecil yg melintas disekeliling kakinya. Si sufi begitu takut mengganggu ketentraman pasir & tanah yg sedang tidur ataupun hewan-hewan ...